LAPORAN
PENDAHULUAN
MORBILI
DISUSUN GUNA
MELENGKAPI TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH
KEPERAWATAN ANAK
DOSEN
PENGAMPU: NOVI SUPRIHATIN, Skep.Ns
DISUSUN
OLEH:
1.
Dita Aprilia
2.
M. Ragil Setyo H
3.
Riya efendi
AKADEMI KEPERAWATAN PRAGOLOPATI PATI
TAHUN AKADEMI 2011/2012
TINJAUAN
TEORI
MORBILI
A.
Pengertian
Morbili
adalah penyakit infeksi virus akut,menular yang ditandai 3 stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensensia. Morbili dapat
disebut juga campak,”measles”,rubeola.(IKA,FKUI Volume 2, 1985)
Morbili
ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu
: stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi (Rampengan, 1997: 90)
Campak
adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari
seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001:2443)
Morbili
ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu : a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadirum konvelensi.
(Rusepno, 2002:624)
Morbili
ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu (1) stadium kataral, (2) stadium erupsi dan (3) stadirum konvelensi.
(Ngastiyah, 1997:351)
Campak,
measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.
(Hardjiono, 2004:95)
Campak
adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai oleh gejala
prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik. (Ovedoff, 1995:451)
Measles
atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut melibatkan traktus
respiratorius dan dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent. (N.
Clex, 2001:153).
Morbili
adlah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium
kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:211).
Morbili
adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer,
2000 : 47).
B.
Etiologi
Penyebabnya
adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama
masa prodormal sampai 24 jam setelah timbulnya bercak-bercak. Cara penularannya
dengan droplet dan kontak (IKA,FKUI Volume 2, 1985).
Penyebab
penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus
yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin,
dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC
dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton.
Sedang formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu
aktivitas komplemen. (Rampengan, 1997 : 90-91)
Penyebab
morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak, cara
penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah, 1997:351)
Campak
adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus
Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan
virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan
di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode
prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada suhu
ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam. (Nelson, 1992 : 198).
C.
Manesfestasi
Klinik
Masa tunasnya
adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium yaitu:
1.
Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda
gejala sebagai berikut:
-
Panas
-
Malaise
-
Batuk
-
Fotofobia
-
Konjungtivitis
-
Koriza
Menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi
itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2
minggu terakhir.
2.
Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium
ini adalah:
-
Koriza dan Batuk bertambah
-
Timbul enantema dipalatum durum dan
palatum mole
-
Kadang terlehat bercak koplik
-
Adanya eritema, makula, papula yang
disertai kenaikan suhu badan
-
Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
-
Splenomegali
-
Diare dan muntah
Variasi
dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan
pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.
Stadium konvalensensi
-
Erupsi mulai berkurang dengan
meninggalkan bekas (hiperpigmentasi)
-
Suhu menurun sampai normal kecuali ada
komplikasi (IKA,FKUI Volume 2,1985).
Menurut
ahli lain manifestasi yang timbul adalah:
1) Stadium Kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari
disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivis, dan koriza. Menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema,
lokasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.
2) Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema
atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula
bercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-popula disertai
menaiknya suhu badan diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema
timbul di belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah, kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit,
rasa gatal, muka bengkak.
3) Stadium Konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna
lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Suhu
menurun sampai menjadi normal, kecuali bila ada komplikasi (Rusepno, 2002 :
625)
Gejala
awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian belakang
telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul
gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah
3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak
bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti
bersisik. (Supartini, 2002 : 179)
D.
Patofisiologi
Penularan
terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan
masuk ke system retikulo endothelial, berkembang biak dan selanjutnya menyebar
ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan,
saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak
koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam
pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler
juga ikut berperan dalam eliminasi virus.
Patofisiologi Organisme (virus morbili) menular melalui
rute udara, dalam waktu 24 jam, dari awal muncul reaksi terhadap virus morbili
maka akan terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan
beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada
kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva (Ngastiyah,
1997:352).
Sebagai
reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini
terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva (IKA,FKUI
Volume 2,1985).
E.
Virus morbili masuk dalam tubuh
|
Juga dapat
menimbulkan perdarahan pada mulut dan traktus degetivus
|
Pada variasi
morbili yang disebut black meales
|
Tidak efektif jalan nafas
|
Melalui
saluran pernapasan
|
Masuk
ke sistem retikulo endometrial
|
Berkembangbiak
|
Selanjutnya
menyebar keseluruh tubuh
|
Stadium kataral
|
Stadium
konvalesensi
|
Stadium erupsi
|
Morbili/campak
|
Pada stadium
erupsi
|
Akan muncul
eritema berbentuk makula-papula
|
Disertai kenaikan suhu tubuh
|
Mula2 eritema
dibelakang telinga dan bagian atas lateral tengkuk
|
Kemudian menyebar
keseluruh tubuh
|
Gangguan
interaksi sosial
|
Disertai rasa
gatal yang hebat
|
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit
|
Juga akan
menimbulkan perdarahan kecil
|
Nyeri
|
Resiko
tinggi infeksi
|
Kelainan ini
terjadi pada selaput lendir nasofaring dan bronkus
|
Dalam waktu 24 jam
|
Akan terbentuk
eksudat serousa dan poliferasi sel mononukles
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a.
Gambaran klinis yang khas
b.
Pemeriksaan laboratorium
c.
Pada pemeriksaan darah tepi hanya
ditemukan leukopeni
d.
Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen
urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant cells yang khas
e.
Pada pemeriksaan serologis dengan cara
hemagglutination inhibition test dan complemen fixation test akan ditemukan
adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan
mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94)
f.
Dalam sputum, sekresi nasal, sediment
urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.
g.
Pada pemeriksaan serologi dengan cara
hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan
adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan
mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.
G.
Komplikasi
a.
Pneumoni
Oleh
karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang
menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok,
hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan
klebsiela.
b.
Gastroenteritis
Komplikasi
yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 – 30,4%
c.
Ensefalitis
Akibat
invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau
ensefalomielitis tipe alergi.
d.
Otitis media
Komplikasi
yang sering ditemukan
e.
Mastoiditis
Komplikasi
dari otitis media
f.
Gangguan gizi
Terjadi
sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah), menderita komplikasi.
(Rampengan, 1998 : 95)
H.
Penatalaksanaan
a.
Medis
Pengobatan
simptomatik dengan antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain ialah pengobatan segera terhadap
komplikasi yang timbul.
b.
Keperawatan
1)
Kebutuhan nutrisi
a)
Mengusahakan cairan masuk lebih banyak dengan memberikan banyak minum.
b)
Pemberian saat buah-buahan atau buah yang banyak mengandung air seperti jeruk atau
lainnya yang anak sukai.
c)
Susu dibuat agak encer dan jangan terlalu manis, berikan dalam keadaan hangat,
bila perlu ditawarkan apakah mau campur sirop atau coklat.
d)
Berikan makanan lunak misalnya bubur pakai kuah, sup, dan lain-lain, usahakan
sedikit tapi sering.
e)
Berikan makan TKTP jika suhu turun dan nafsu makan mulai timbul.
2)
Gangguan suhu tubuh
a)
Beri obat penurun panas atau antibiotik bila tidak juga turun sebelum enantem
atau eksantem (campaknya keluar).
b)
Beri obat penurun suhu tubuh dengan obat antipiretikum dan jika tinggi sekali
juga diberikan sedativa untuk mencegah terjadinya kejang.
3)
Gangguan rasa aman dan nyaman
a)
Beri bedak salisil 1% untuk mengurangi rasa gatal.
b)
Usahakan agar anak tidak tidur di bawah lampu karena silau.
c)
Selama demam tinggi jangan dimandikan tetapi sering-sering di bedak saja.
d)
Di lap muka, tangan, dan kaki.
e)
Jika suhu turun untuk mengulangi rasa gatal dapat dimandikan dengan PK 1/1000
atau air hangat saja dan jangan terlalu lama. Dapat juga dengan phisohex atau
bethadine.
4)
Risiko terjadi komplikasi
a)
Diubah sikap baringnya beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk
meninggikan kepala. Dudukkan anak pada waktu minum atau dipangku.
b)
Jangan membaringkan pasien di depan jendela atau membawa pasien ke luar rumah
selama masih demam (bila anak terkena angin, batuk akan menjadi lebih parah).
5)
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
a)
Penyuluhan pemberian gizi yang baik bagi anak agar mereka tidak mendapat
infeksi dan tidak akan mudah timbul komplikasi yang berat. (Ngastiyah, 1997 :
356-357)
I.
Fokus
Pengkajian
1)
Pengkajian Data Dasar
Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2)
Proses keperawatan
a.
Keluhan utama
Keluhan
utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari.
(Pusponegoro, 2004 : 96)
b.
Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa
adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan,
mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit.
(Pusponegoro, 2004 : 96)
Adanya
nafsu makan menurun, lemah, lesu. (Suriadi, 2001 : 213)
c.
Riwayat keperawatan dahuluAnamnesa pada
pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami
operasi (Potter, 2005 : 185).
Anamnesa
riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat imunisasi campak
(Wong, 2003 : 657). Anamnesa riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi campak.
(Suriadi, 2001 : 213)
d.
Riwayat Keluarga
Dapatkan
data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko
terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185)
3) Pemeriksaan Fisik
a) Mata :
terdapat konjungtivitis, fotophobia
b) Kepala :
sakit kepala
c) Hidung :
Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung ( pada
stad eripsi ).
d) Mulut &
bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
e) Kulit :
Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,muka,
lengan dan, evitema, panas (demam).
f) Pernafasan :
Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
g) Tumbuh
Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
h) Pola
Defekasi : BAK, BAB, Diare
i)
Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu
makanan
(Potter,
1996 : 16).
J.
Diagnosa
Keperawatan
1. Tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan atau absorpsi nutrien yang diperlukan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penjamu dan
agens infeksi.
4. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise
5. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan isolasi
dari teman sebaya.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penggarukan pruritus
K.
Intervensi
1) Tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
Hasil yang diharapkan :
a) Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi
nafas bersih atau jelas.
b) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan
jalan napas, misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas.
b) Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa
derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya
proses infeksi akut.
c) Catat adanya atau derajat dipsnoe sesak napas
Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang
tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit.
d) Pertahankan polusi lingkungan minimun, misal ; debu,
asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang
dapat menjadi episode akut.
e) Observasi karakteristik batuk
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif
pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan atau absorpsi nutrien yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat
badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
b) Tidak mengalami tanda malnutrisi.
c) Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi :
a) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi.
b) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
c) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengevaluasi penurunan berat badan atau
efektivitas intervensi nutrisi.
d) Berikan makanan sedikit dari frekuensi sering dan
atau makan diantara waktu makan.
Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan
dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
e) Observasi dan catat kejadian mual atau muntah,
flatus, dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala gastro intestinal dapat
menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penjamu dan
agens infeksi.
Hasil yang diharapkan :
a) Anak yang rentan tidak mengalami penyakit.
b) Infeksi tidak menyebar
c) Anak tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi
seperti infeksi dan dehidrasi.
Intervensi :
a) Identifikasi anak beresiko tinggi
Rasional : memastikan anak menghindari pemajanan
b) Lakukan rujukan ke perawat kesehatan masyarakat bila
perlu.
Rasional : untuk memastikan prosedur yang tepat di
rumah.
c) Pantau suhu
Rasional : peningkatan suhu tubuh yang tidak
diperkirakan dapat menandakan adanya infeksi.
d) Pertahankan higiene tubuh yang baik.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi sekunder
dari lesi.
e) Berikan serapan air sedikit tapi sering atau minuman
kesukaan anak serta makanan halus atau lunak.
f)
Rasional : - Untuk menjamin hidrasi yang adekuat
-
Banyak anak-anak yang mengalami anoreksia selama sakit
4) Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise
Hasil yang diharapkan :
a) Kulit dan membran mukosa bersih dan bebas dari
iritasi.
b) Anak menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan
minimum.
Intervensi :
a) Gunakan vaporiser embun dingin, kumur-kumur, dan
tablet isap.
Rasional : untuk menjaga agar membran mukosa tetap
lembab.
b) Bersihkan mata dengan larutan salin fisiologis
Rasional : untuk menghilangkan sekresi atau kusta
c) Jaga agar anak tetap dingin.
Rasional : karena udara yang terlalu panas dapat
meningkatkan rasa gatal.
d) Berikan mandi air dingin dan berikan lotion seperti
kalamin
Rasional : untuk menurunkan rasa gatal.
e) Berikan analgesik, antipiretik, dan antipruritus sesuai
kebutuhan dan ketentuan.
Rasional : untuk mengurangi nyeri, menurunkan suhu
tubuh, dan mengurangi rasa gatal.
5) gangguan interaksi sosial berhubungan dengan isolasi
dari teman sebaya.
Hasil yang diharapkan :
a) Anak menunjukkan pemahaman tentang pembatasan
b) Anak melakukan aktivitas yang tepat dan
berinteraksi.
Intervensi :
a. Jelaskan alasan untuk pengisolasian dan penggunaan
kewaspadaan khusus. Rasional : untuk meningkatkan pemahaman anak tentang
pembahasan.
b. Biarkan anak memainkan sarung tangan dan masker
Rasional : untuk memfasilitasi koping positif.
c. Berikan aktivitas pengalihan
Rasional : untuk melakukan aktivitas yang tepat dan
berinteraksi.
d. Anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak selama hospitalisasi.
Rasional : untuk menurunkan perpisahan dan
memberikan kedekatan.
e. Siapkan teman sebaya anak untuk perubahan perampilan
fisik
Rasional : untuk mendorong penerimaan teman sebaya.
6) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penggarukan pruritus
Hasil yang diharapkan : kulit tetap utuh
Intervensi :
a) Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih
Rasional : untuk meminimalkan trauma dan infeksi
sekunder.
b) Pakailah sarung tangan atau restrein siku
Rasional : untuk mencegah penggarukan
c) Berikan pakaian yang tipis, longgar, dan tidak meng
mengiritasi.
Rasional : karena panas yang berlebihan dapat
meningkatkan rasa gatal.
d) Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana
panjang, pakaian satu lapis).
Rasional : untuk mencegah penggarukan
e) Berikan losion yang melembutkan (sedikit saja pada
lesi terbuka).
Rasional : karena pada lesi terbuka absorpsi obat
meningkat untuk menurunkan pruritus.
f) Hindari pemajanan panas atau sinar matahari.
Rasional : menimbulkan ruam (Doenges, 2000 : 156,
157 dan 575).
DAFTAR PUSTAKA
Rampengan
T.H , Laurents
I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 1, Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Silalahi
Levi, 2004. Campak. http://www.tempointeraktif.com
Hassan,
et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika: Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: jakarta.
Hartanto,
Huriawati, dr., dkk,. 2006. Kamus
Kedokteran Dorland, Edisi Dua Sembilan. EGC: Jakarta.
Betz,
Cecity L., Linda A. Sowden. 2002. Buku
Saku Keperawan Pediatri. EGC: Jakarta.
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
H.
John. 2005. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan Edisi Empat,
EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar